About Intellectual Property IP Training Respect for IP IP Outreach IP for… IP and... IP in... Patent & Technology Information Trademark Information Industrial Design Information Geographical Indication Information Plant Variety Information (UPOV) IP Laws, Treaties & Judgements IP Resources IP Reports Patent Protection Trademark Protection Industrial Design Protection Geographical Indication Protection Plant Variety Protection (UPOV) IP Dispute Resolution IP Office Business Solutions Paying for IP Services Negotiation & Decision-Making Development Cooperation Innovation Support Public-Private Partnerships AI Tools & Services The Organization Working with WIPO Accountability Patents Trademarks Industrial Designs Geographical Indications Copyright Trade Secrets WIPO Academy Workshops & Seminars IP Enforcement WIPO ALERT Raising Awareness World IP Day WIPO Magazine Case Studies & Success Stories IP News WIPO Awards Business Universities Indigenous Peoples Judiciaries Genetic Resources, Traditional Knowledge and Traditional Cultural Expressions Economics Gender Equality Global Health Climate Change Competition Policy Sustainable Development Goals Frontier Technologies Mobile Applications Sports Tourism PATENTSCOPE Patent Analytics International Patent Classification ARDI – Research for Innovation ASPI – Specialized Patent Information Global Brand Database Madrid Monitor Article 6ter Express Database Nice Classification Vienna Classification Global Design Database International Designs Bulletin Hague Express Database Locarno Classification Lisbon Express Database Global Brand Database for GIs PLUTO Plant Variety Database GENIE Database WIPO-Administered Treaties WIPO Lex - IP Laws, Treaties & Judgments WIPO Standards IP Statistics WIPO Pearl (Terminology) WIPO Publications Country IP Profiles WIPO Knowledge Center WIPO Technology Trends Global Innovation Index World Intellectual Property Report PCT – The International Patent System ePCT Budapest – The International Microorganism Deposit System Madrid – The International Trademark System eMadrid Article 6ter (armorial bearings, flags, state emblems) Hague – The International Design System eHague Lisbon – The International System of Appellations of Origin and Geographical Indications eLisbon UPOV PRISMA UPOV e-PVP Administration UPOV e-PVP DUS Exchange Mediation Arbitration Expert Determination Domain Name Disputes Centralized Access to Search and Examination (CASE) Digital Access Service (DAS) WIPO Pay Current Account at WIPO WIPO Assemblies Standing Committees Calendar of Meetings WIPO Webcast WIPO Official Documents Development Agenda Technical Assistance IP Training Institutions COVID-19 Support National IP Strategies Policy & Legislative Advice Cooperation Hub Technology and Innovation Support Centers (TISC) Technology Transfer Inventor Assistance Program WIPO GREEN WIPO's Pat-INFORMED Accessible Books Consortium WIPO for Creators WIPO Translate Speech-to-Text Classification Assistant Member States Observers Director General Activities by Unit External Offices Job Vacancies Procurement Results & Budget Financial Reporting Oversight
Arabic English Spanish French Russian Chinese
Laws Treaties Judgments Browse By Jurisdiction

Indonesia

ID065

Back

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Sarana Produksi Berteknologi Tinggi untuk Cakram Optik (Optical Discs)

Government Regulation No. 29 of 2004 regarding High Technology Production Facilities for Optical Disc (optic disc)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004
TENTANG
SARANA PRODUKSI BERTEKNOLOGI TINGGI UNTUK CAKRAM OPTIK (OPTICAL DISC)
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 28 Undang- undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan untuk mencegah beredarnya Cakram Optik illegal yang merugikan Pemegang Hak Cipta, serta menghindari persaingan yg tidak sehat perdagangan Cakram Optik dalam negeri, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Sarana Produksi Berteknologi Tinggi untuk Cakram Optik (Optical Disc).
Mengingat : 1. Pasa1 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945;
2.Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang HKI (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4220);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SARANA PRODUKSI BERTEKNOLOGI TINGGI UNTUK CAKRAM OPTIK (OPTICAL

DISC).

BAB I…

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan :
1. Cakram Optik (Optical Disc) yang selanjutnya disebut Cakram Optik adalah segala macam media rekam berbentuk cakram yang dapat diisi atau berisi data informasi berupa suara, musik, film atau data lainnya yang dapat dibaca dengan mekanisme teknologi pemindaian (scanning) secara optik menggunakan sumber sinar yang intensitasnya tinggi seperti laser.
2. Sarana Produksi Cakram Optik adalah segala bentuk media yang digunakan dalam proses produksi Cakram Optik Kosong dan/atau Cakram Optik Isi yang meliputi mesin, peralatan dan bahan baku.
3. Cakram Optik Kosong adalah Cakram Optik dalam bentuk kosong tanpa data yang merupakan hasil akhir proses produksi.
4. Cakram Optik Isi adalah Cakram Optik yang berisi data baik musik maupun film atau lainnya yang merupakan hasil akhir proses produksi teknologi tinggi.
5. Mesin dan Peralatan adalah segala macam mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi Cakram Optik Kosong dan/atau Cakram Optik Isi.
6. Pengadaan Cakram Optik adalah Suatu kegiatan untuk menyediakan Cakram
Optik Isi dan/atau Kosong untuk
dipasarkan...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

3
dipasarkan atau diproses lebih lanjut (khusus untuk Cakram Optik Kosong).
7. Bahan Baku adalah segala bentuk yang dapat digunakan dalam proses produksi
Cakram Optik Kosong dan/atau Cakram Optik Isi.
8. Kode Produksi adalah Source Identification Code(SID) yang terdiri dari kode stamper dan kode cetakan (mould).
9. Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan usaha dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
10. Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang bidang industri dan perdagangan.
BAB II
JENIS DAN SARANA PRODUKSI Pasal 2
(1) Jenis Cakram Optik meliputi :
a. Cakram Padat (Compact Disc/CD);
b. Audio Digital Cakram Padat (Compact Disc Digital Audio/CD-DA);
c. Memori …

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

4
c. Memori Hanya Baca Cakram Padat (Compact Disc Read Only Memory/CD- ROM);
d. Cakram Padat Bisa Rekam (Compact Disc Recordable/CD-R);
e. Cakram Padat Bisa Tulis Ulang (Compact Disc Re-Writeable/CD-RW);
f. Cakran Padat Sekali Tulis (Compact Disc Write Once/CD-WO);
g. Cakram Video Digital Serbaguna (Digital Video/Versatile Disc/DVD);
h. Cakram Video Digital Memori Hanya Baca (Digital Video Disc-Read Only

Memory/DVD-ROM);

i. Cakram Video Digital Memori Akses Acak (Digital Video Disc-Random

Access Memory/DVD-RAM);

j. Cakram Video Digital Bisa Tulis Ulang (Digital Video Disc Re- Writeable/DVD-RW);
k. Cakram Laser(Laser Disc/LD);
l. Cakram Mini (Mini Disc/MD);
m. Cakram Padat Video (Video Compact Disc/VCD);
n. Cakram Video China (China Video Disc/CVD);
o. Cakram Padat Video Super (Super Video Compact Disc/SVCD);
p. Cakram Padat Interaktif (Compact Disc Interactive/CDI);
q. Foto Cakram Padat (Compact Disc Photo/CDP);
r. Cakram Digital Serbaguna Bisa Rekam (Digital Versatile Disc

Recordable/DVD-R);

s. Cakram Padat Audio Super (Super Audio Compact Disc/SACD);
t. Jenis …

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

5
t. Jenis Cakram Optik lainnya berdasarkan kemajuan teknologi.
(2) Spesifikasi mengenai jenis Cakram Optik lainnya sebagaimana disebut pada ayat (1) huruf t ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 3
Sarana Produksi Cakram Optik meliputi :
(1) Mesin dan Peralatan produksi Cakram Optik terdiri dari :
a. peralatan utama (mastering) berbahan gelas dan bahan gelas dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses produksi Cakram Optik;
b. peralatan cetak (stamper) atau bagian-bagian berbahan logam dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses produksi Cakram Optik;
c. alat perekam yang menggunakan sinar laser;
d. sistem pemrosesan syarat untuk alat perekam yang menggunakan laser;
e. peralatan untuk memutar lapisan peralatan mastering yang berbahan gelas dengan lapisan tahan potret.
f. peralatan pembentukan elektron untuk menghasilkan stamper yang digunakan dalam proses produksi Cakram Optik;
g. peralatan untuk menghasilkan stamper secara langsung atau bagian-bagian berbahan logam lainnya yang digunakan dalam proses produksi Cakram Optik;
h. lini …

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

6
h. lini-lini produksi penyatuan Cakram Optik duplikasi;
i. mesin-mesin cetakan injeksi dan mesin lainnya yang dapat digunakan untuk menggandakan Cakram Optik.
j. cetakan-cetakan dan komponen-komponennya yang digunakan dalam proses produksi Cakram Optik;
k. peralatan untuk menyatukan lapisan-lapisan Cakram Optik;
l. metaliser untuk menambah lapisan yang berfungsi untuk memantulkan cahaya pada Cakram Optik;
m. peralatan untuk memutar lapisan Cakram Optik dengan suatu lapisan pernis;
n. kawat-kawat imitasi Cakram Optik yang digabungkan;
o. peralatan untuk meningkatkan kapasitas Cakram Optik; dan/atau
p. mesin-mesin dan peralatan lainnya yang digunakan dalam proses pembuatan master dan produk jadi Cakram Optik.
(2) Bahan Baku untuk memproduksi Cakram Optik terdiri dari :
a. polycarbonate dengan spesifikasi optical grade;
b. polycarbonate selain sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan/atau c. bahan lain yang digunakan dalam proses pembuatan Cakram Optik.
BAB III KODE PRODUKSI Pasal 4
(1) Setiap Sarana Produksi Cakram Optik Isi wajib memiliki Kode Produksi yang telah diakreditasi dan diterima secara internasional.
(2) Kode …

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

7
(2) Kode Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :
a. kode stamper (stamper code) harus tertera dan terbaca jelas pada setiap

stamper;

b. kode cetakan (mould code) harus terukir (engraved) pada setiap cetakan (mould) baik yang terpasang maupun yang tidak terpasang pada mesin dan peralatan.
(3) Kode Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus tertera pada Cakram
Optik Isi.
Pasal 5
Cakram Optik Isi yang diimpor harus memiliki kode produksi dari negara asal yang terdiri dari :
a. kode stamper;
b. kode cetakan.
Pasal 6

Stamper yang diimpor harus memiliki kode stamper yang tertera dan terbaca dengan jelas.

Pasal 7
Kode Produksi yang dimiliki oleh industri Cakram Optik wajib didaftarkan kepada instansi yang membidangi industri dan perdagangan.
Pasal 8 …

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

8
Pasal 8
Setiap perusahaan Cakram Optik wajib memasang papan nama yang memuat dengan jelas nama, alamat, nomor telpon dan nomor Izin Usaha.
BAB IV
PENGADAAN SARANA PRODUKSI
Pasal 9
Pengadaan Mesin dan Peralatan produksi serta Bahan Baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) wajib mendapat persetujuan dari Menteri.
Pasal 10
Pengadaan Cakram Optik Kosong dan/atau Isi dapat berasal dari produksi dalam negeri dan/atau impor.
Pasal 11
(1) Impor mesin dan peralatan produksi hanya dapat diimpor oleh Importir
Terdaftar (IT) yang memiliki Angka Pengenal Importir Terdaftar.
(2) Impor bahan baku untuk memproduksi Cakram Optik hanya dapat diimpor oleh
Importir Terdaftar (IT) yang memiliki Angka Pengenal Importir Terdaftar.
(3) Importir Cakram Optik Kosong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 wajib memiliki Angka Pengenal Importir Terdaftar.
(4) Importir …

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

9
(4) Importir Cakram Optik Isi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 wajib memenuhi ketentian sebagai berikut :
a. memiliki Angka Pengenal Importir Cakram Optik;
b. memiliki lisensi dari Pemegang Hak Cipta.
(5) Ketentuan mengenai impor Mesin dan Peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan impor Bahan Baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), serta impor Cakram Optik Kosong dan Isi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 12
(1) Perusahaan Cakram Optik yang memiliki mesin dan peralatan wajib melakukan pendaftaran/registrasi kepada Menteri.
(2) Perusahaan Cakram Optik yang akan mengalihkan mesin dan peralatan produksi wajib melaporkan kepada Menteri.
BAB V
PELAPORAN DAN PENGAWASAN Pasal 13
(1) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi bahan baku, stamper, mesin dan peralatan serta produk jadi Cakram Optik yang berkaitan dengan :
a. setiap pembelian dan penggunaan bahan baku;
b. penyewaan dan pengalihan mesin;
c. contoh …

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

10
c. contoh barang dari setiap Cakram Optik yang diproduksi;
d. jumlah produk yang dihasilkan, pesanan produksi yang diterma dari pelanggan dan pemusnahan produk gagal; dan
e. jumlah produk yang diserahkan kepada pelanggan untuk diedarkan di dalam negeri dan diekspor serta persediaan yang masih ada.
(3) Dokumen yang berkaitan dengan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus selalu tersedia dan disimpan paling kurang dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak laporan disampaikan guna keperluan pemeriksaan.
Pasal 14
Bentuk pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri.
Pasal 15
(1) Pelaksanaan pengawasan kegiatan industri Cakram Optik dilakukan berdasarkan laporan sebgaimana dimaksud dalam Pasal 13.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. kelengkapan dokumen laporan berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13;
b. ketentuan penggunaan Kode Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4; dan
c. tanda lulus sensor dari Instansi yang berwenang khusus bagi Cakram Optik yang bersifat audio visual.
(3) Kesesuaian dan kebenaran importasi serta peredaran Cakram Optik di dalam negeri maupun ekspor dilakukan pengawasan oleh instansi yang terkait.
(4) Menteri …

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

11
(4) Menteri bertanggung jawab atas pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
Pasal 16
Pengawasan oleh instansi terkait dapat dilakukan sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 17
Terhadap perusahaan yang berindikasi telah melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 16 dapat dilakukan penyidikan oleh Penyidik Polri dan/atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
BAB VI
SANKSI ADMINISTRASI Pasal 18
(1) Bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11, dan Pasal 12 dapat dikenakan sanksi administrasi berupa :
a. pencabutan atau pembekuan izin usaha Cakram Optik yang dimiliki Pelaku
Usaha; dan/atau
b. pemberitaan melalui media massa mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh Pelaku Usaha.
(2) Penolakan untuk menaati pengawasan dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 15 ayat (1) dan Pasal 16 dapat dikenakan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.
BAB VII …

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

12
BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 19
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, segala peraturan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Cakram Optik tetap berlaku selama tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 20
Dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini setiap pelaku usaha yang kegiatannya berkaitan dengan Cakram Optik wajib menyesuaikan dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.
BAB VIII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21
Peraturan Pemerintah ini dapat disebut Peraturan Pemerintah tentang Cakram
Optik.
Pasal 22
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar …

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

13
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 Oktober 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 Oktober 2004
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd.
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 108
Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum dan Perundang-undangan,
Lambok V. Nahattands

I. UMUM

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN

ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004
TENTANG
SARANA PRODUKSI BERTEKNOLOGI TINGGI UNTUK CAKRAM OPTIK (OPTICAL DISC)
Perkembangan perdagangan dunia telah berjalan sangat cepat dan mengarah kepada liberalisasi perdagangan, dimana semua Negara harus membuka pasarnya masing-masing. Globalisasi perdagangan internasional yang ditandai dengan semakin tidak jelasnya batas-batas antar Negara telah meningkatkan transaksi dagang, maka dengan terbukanya pasar dalam negeri dan luar negeri sebagai salah satu akibat globalisasi/liberalisasi perdagangan tersebut menyebabkan terjadinya produksi dan permintaan Cakram Optik yang melonjak dengan pesat baik yang legal maupun illegal di Indonesia. Dengan jumlah penduduk Indonesia lebih dari 200 juta jiwa merupakan potensi pasar yang baik bagi produk-produk rekaman melalui Cakram Optik terutama produk bajakan yang dijual dengan murah.
Pembajakn Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property Rights
(IPR) melalui Cakram Optik berkembang dengan pesat, terutama sejak tahun
1999 seiring dengan perkembangan teknologi Sarana Produksi Cakram Optik. Dengan adanya produk illegal dalam bentuk Cakram Optik yang semakin marak peredarannya telah menjadi problema yang sangat mengkhawatirkan bagi Negara, Pemegang Hak Cipta, kredibilitas suatu negara dan sangat menyimpang dari prinsip-prinsip dagang yang sehat, sebagaimana dimaksud dalam regulasi perdagangan dunia pada WTO/TRIPs.
Permasalahan …

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2

Permasalahan utama yang mendorong pesatnya perkembangan Cakram Optik bajakan antara lain masih lemahnya upaya penerapan hukum terhadap pelanggaran HKI, sulitnya pengawasan karena hampir semua industri Cakram Optik sangat tertutup dan tanpa identitas yang jelas, mudahnya dilakukan penggandaan/replikasi dalam waktu yang sangat singkat dengan dukungan teknologi canggih, rendahnya biaya produksi Cakram Optik bajakan karena tidak membayar royalti, pajak, artis/musisi pendukung, rumah produksi (production house) dan biaya promosi disamping kualitasnya rendah, belum optimalnya pengawasan impor mesin pengganda/replikasi serta pengawasan impor bahan baku (polycarbonate).

Masalah pembajakan Cakram Optik apabila terus dibiarkan akan menimbulkan dampak negatif, seperti terancamnya investor untuk menanamkan modal/memperluas usahanya, menurun/terganggunya kredibilitas dalam hubungan antar Negara, menurunnya kreativitas dan motivasi dalam mencipta, terjadinya persaingan yang tidak sehat di pasar dalam negeri, berkurangnya pendapatan Negara dari sektor pajak dan terancamnya perdagangan ekspor Indonesia ke Negara-negara anggota WTO.

Di bidang HKI/IPR, sejak tahun 1996 Indonesia berada pada posisi Priority Watch List(PWL) berdasarkan Special 301-US Trade Act 1974. USTR saat ini sedang melakukan Out of Cycle Review(OCR) yaitu pengawasan atau pemantauan terhadap pelaksanaan penegakan HKI di Indonesia sesuai dengan ketentuan TRIPs. Apabila hasil dari OCR terhadap pelaksanaan penegakan HKI dinilai ada kemajuan yang berarti dalam perlindungan HKI, akan memperbaiki posisi Indonesia dimana Indonesia dapat dikeluarkan dari posisi PWL, meningkatkan hubungan dagang terutama ke USA dan Eropa, mendorong perkembangan industri Cakram Optik dan meningkatkan pendapatan Negara dari sektor pajak. Sebaliknya apabila dinilai tidak ada kemajuan yang berarti, maka akan menimbulkan dampak meningkatnya

pelanggaran …

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

3
pelanggaran terhadap HKI, menurunnya kredibilitas Indonesia di dunia Internasional, berkurangnya keinginan investor menanamkan modal pada industri Cakram Optik atau industri lainnya, terganggunya industri Cakram Optik yang legal, berkurangnya pendapatan Negara dari sektor pajak, dan terancamnya ekspor/perdagangan ke USA dan Eropa.
Berdasarkan perkembangan tersebut di atas dan untuk mencegah penggandaan, perbanyakan atau replikasi Cakram Optik bajakan serta dalam rangka melaksanakan pembinaan industri Cakram Optik, maka dipandang perlu menyusun Peraturan Pemerintah tentang Sarana Produksi Berteknologi Tinggi Untuk Cakram Optik (Optical Disc) sebagai pelaksanaan dari Undang Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan telah diakreditasi adalah akreditasi yang dilakukan antara lain oleh Internasional Federation of Phonographic Industry (IFPI).
Ayat (2)
Huruf a
Kode stamper (stamper code) adalah kode yang diterapkan dengan menggunakan Laser Beam Recorder (LBR).
Huruf b …

Huruf b
Cukup jelas

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

4
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Pasal 8
Cukup jelas
Pemasangan papan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini harus bersifat permanen dan tidak mudah dilepas atau dipindahkan. Dalam hal Pelaku Usaha memiliki fasilitas produksi yang tempatnya terpisah, masing-
masing harus dipasang papan nama.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Yang dimaksud dengan pengadaan Cakram Optik Kosong melalui produksi dalam negeri adalah meliputi seluruh kegiatan untuk memproduksi Cakram Optik Kosong.
Sedangkan yang dimaksud dengan pengadan Cakram Optik Isi Adalah meliputi kegiatan pencetakan, penggandaan, perbanyakan atau replikasi karya cipta dan harus memiliki lisensi/izin Pemegang Hak Cipta
Pasal 11 …

Pasal 11
Cukup jelas

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

5
Pasal 12
Ayat (1)
Kewajiban melakukan pendaftaran/registrasi mesin dan peralatan berlaku bagi perusahaan industri Cakram Optik yang telah beroperasi maupun yang baru.
Ayat (2)
Yang dimaksudkan dengan mengalihkan mesin dan peralatan adalah pengalihan hak dengan cara jual beli, hibah, pewarisan, wasiat, perjanjian tertulis atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan laporan kegiatan produksinya secara berkala adalah laporan berkala setiap 3 (tiga) bulan yang harus disampaikan paling lambat minggu kedua bulan berikutnya dari kewajiban penyampaian laporan berkala tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15 …

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

6
Pasal 15
Ayat (1)
Pelaksanaan pengawasan kegiatan industri Cakram Optik dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas. Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Pelaksanaan penyidikan dikoordinasikan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang produksi dan peredaran Cakram Optik serta di bidang Hak Cipta.
Pasal 18
Sanksi administrasi dikenakan selain sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Pasal 72 ayat (9) berupa pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20 …

Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

7
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4425